Hari ini aku mendapat undangan syukuran wisuda Delia teman SMA sekaligus gebetanku pada waktu itu. Aku ditolak Delia karena lepasnya sendirian di gudang sekolah karena melihat kecoa terbang. Dan yang paling memalukan, peristiwa itu tersebar kepenjuru sekolah.Wagelaseh! Malu banget aku. Aku anak pencak silat ketemu kecoa malah kocar-kacir. Tapi itu sudah berlalu! Aku sudah melupakan Delia dan kejadian itu, tapi tidak dengan kecoa dan kejantananku di depan Delia.
Aku sudah bersiap-siap di depan kamar kos kos. Menyisir rambut dengan rapi.Memakai parfum akhir bulan (Kispray).Belum selesai untuk kispray ke seluruh badan agar tetap wangi, Herman merampasnya dari tanganku.
"Enak kali kau pake punyaku ..." Ketus Herman
"Kispray aja pun! Bukan parfum gocengan" Jawabku
"Mau kemana kau, Don?" Tanya Arya yang baru pulang dari warnet.
"Mau ke rumah Delia. Acara syukuran wisuda ..." Jawabku "Lumayan, makan gratis di tanggal tua. Rezeki anak sholeh memang gak kemana ..." Sambungku
"Sholeh darimana? Mau makan aja lupa doa!" Herman ini memang sinis kali denganku. Boleh lagi PMS.
"Berantem aja pun kalian! Gak betah pulak aku di kos ini lama-lama. Minggat aku nanti baru tau rasa" Ancam Aryo
"Nyari kau itu gampang. Kalo gak warnet ya PS. Lain kali kalo mau minggat, ke sibayak sana. Biar gak kami cari. Menyatu sama belerang" Bantahku
"Kalo kamu minggat, kamu balekkan kaos kakiku ya. Gak mau tau aku!" Sambung Herman yang sedang merapikan lemari pakaiannya.
"Gak jadi aku minggat! Puas kelen?"
"Cabutku aku ya?" Aku memakai sepatu di depan pintu kamar kos.
"Bawakan kami rendang ..." Pinta Herman
"Minta kispraynya aja pelit" ketusku dalam hati "selo aja kelen, ku bawakan sekalian kuah-kuah karinya"
Gojek pesananku sudah menunggu di depan geng. Tak mungkin jalanan di kota medan untuk kemacetan. Ini adalah hari minggu seperti ini. Sementara itu kelompok SMA ingin keberadaanku.Apakah mereka merindukanku? Kita tunggu saja nanti. Sedikit bernostalgia masa SMA. Aku di kenal sebagai cowok keren karena jago silat. Semua cewek ingin aku menjadi pacarnya. Aku gak sembarangan memilih pasangan. Dulu pacarku sejenis sama Song hye kyo sama Yoona SNSD. Gak percaya? Jangankan kalian, Mama ku aja gak percaya aku bisa dapetin cewek secantik itu. Pokoknya, masalah asmara saat SMA aku aman.Setelah kuliah dan gabung sama Aryo dan Herman martabak ku jatuh, eh martabatku jatuh. Cewek tak ada yang tertarik padaku. Jangakan cewek, kucing aja enggan. Aura kekerananku sudah hilang.
Sesampainya di rumah Delia, aku langsung menemui mereka di ruang tamu. Mereka sudah berkumpul dan menungguku.
"Akhirnya datang juga kau, Don!" Sambut Fadil ketua kelas saat SMA.
"Makan gratis mana mungkin aku ga datang."
"Kalo kau ga datang, gak makan kami semua." Gurau Fadil. "Kau pimpinlah doa!"
Pimpin doa? Kalian mungkin beranggapan aku aneh. Tapi harus kalian ketahui kalau aku susah membedakan doa makan dengan doa tidur. Sumpah! Makanya mereka nyuruh aku mimpin doa. Sebelum berdoa aku pikirin dulu mana doa makan, dan mana doa tidur.
"Amin!" Seru semuanya
Kami menikmati makanan yang sudah di sediakan. Di sini ku puas-puaskan makan.Sampai kenyang bahkan sampe muntah.Kembali aku bernostalgia masa SMA. Dulu ada teman sekelas kami namanya Nando.Kalau ada acara makan-makan, dia selalu bawa plastik untuk di bawa ke rumah.Selalu! SELALU ya! SELALU! Jadi waktu itu aku sembunyiin plastiknya. Dengan harapan dia tidak mendesak bungkus makanan. Endingnya, dia maksa nyari plastik milik si tuan rumah. Sama sekali dia tidak malu. Gila! Sekarang dia tidak bisa hadir dan kumpul bersama kami karena dia sudah bekerja di restoran Korea di Korea.
"Si Nando kalo di Korea bawa plastik gak ya?" Tanya Nanda yang dulunya bendahara kelas. Bukan bendahara sih, premen kelas yang suka memalakami.
"Ngapain ke korea bawa plastik, di korea udah banyak plastik. Bisa ngedance lagi..." Jawabku.
Semua tertawa. Suatu kebahagian melihat kami berkumpul kembali. Kami saling bertukar cerita tentang perkuliahan. Saling bertanya tentang skripsi. Saling bertanya tentang apa rencana setelah lulus wisuda. Ada salah satu jawaban dari mereka yang membuatku termotivasi.
"Apa rencana kelen kalo udah lulus?" Tanyaku
Rehan mengangkat tangan "Mau jadi bapaknya Presiden!"
Semua teridam
"Serius! Aku mau jadi bapak presiden. Kalo aku yang jadi presiden mau ku bawa kemana negara ini? Matematika aja sering remedial." Jelas Rehan. "Ya, aku mengusahakan anakku supaya pintar gak kayak bapaknya. Biar bisa jadi presiden." Tambahnya. Ada benernya juga si Rehan ini.
Hari sudah menjelang sore. Sepertinya aku harus kembali ke rumah. Aku mengingat permintaan Herman yang memintaku membawakan rendang.
"Del!" Aku memanggil Delia, tapi yang menatap seluruh temanku. Berasa ikut ajang pencarian bakat the voice.
"Ada apa, Don?"
"Bungkusi rendang buatku." Semua mata tertuju padaku. Mereka menatapku lalu tertawa serentak.
"Kemasukan roh Nando, nih!" Ejek Fadil yang suara ketawanya nyaring.
"Eh, gak papa. Doni kan ngekos, apalagi ini tanggal tua..." Bela Delia. Anjir Delia ini memang mampu membolak-balikan hatiku. Aku padamu Delia. "Bentar ya, ku ambilin" Delia berlalu pergi ke arah dapur.
"Ada yang CLBK nih..." Goda Nanda
"Cebok Lama Berak Kagak?" Gumamku
Semua tertawa. Kami sering mengadakan meet up setiap bulannya. Kedekatan kami sudah seperti keluarga. Hanya saja di antara kami belum ada yang berkeluarga. Doakan saja aku dan Delia menjadi keluarga. Hahahaha. Becanda, aku sudah tak ada rasa dengan Delia. Cukup rasa itu saat SMA saja. Sekarang kami berteman baik dan sepertinya akan terus begitu.
Delia memberikanku bungkusan plastik hitam. Semua menyoraki "cie" saat aku meraih bungkusan hitam tersebut. "Yang beginian doang di cie-in? Gimana entar kalo nikah" gumamku
"Kalo nikah makan rendang lah" jawab Rehan.
Kami memutuskan untuk pulang masing-masing. Gojek pesananku sudah menunggi sejak 2 menit yang lalu. Ku jinjing plastik hitam berisi rendang.
"Jalan Pelita ya, Bang?"
"Iya, Bang."
"Gini, Bang. Saya ada pesanan kirim-kirim di daerah pelita. Saya anterin Go-send dulu baru entar masnya saya anter. Gimana?"
"Boleh, Bang ..."
Supir gojek itu melihat plastik hitam yang ku jinjing "Itu apa ya, Bang?"
"Nanti kalo ku kasih tau, abang minta pulak ..."
"Hahahaha engga, Bang. Mau aku letak di depan. Biar ga jatuh ..."
"Perhatian ya kamu, Bang sama rendangku."
"Sesama daging harus perhatian, Bang!"
Di atas kereta, aku membayangkan masakan rendang dengan nasi hangat. Ku gigitpanjang dagingnya yang empuk.Melewati tenggorokkanku ke usus. Ahh!Aku tidak sabar untuk kembali ke rumah.Menikmati bersama Aryo dan Herman.
Bang ojol berhenti di sebuah gang kecil. Dia mengambil plastik yang warnanya sama dengan plastikku. Aku memerhatikan plastik yang dibawanya. Itu bukan plastikku. Dia meninggalkanku sendiri. 3 menit berlalu, akhirnya dia datang dan mengantarku ke kos.
Sesampainya di gang kosku, aku berjalan memasuki lorong gang yang di penuhi sampah. Bau busuk sangat menyengat di hidungku. Mobil Dinas kebersihan belum juga datang mengambil sampah.
Langkahku terhenti di sebuah rental PS. Aku melihat Aryo dan Herman di sana. Sepertinya seru jika main satu jam saja. Aku menyapa mereka sambil menunjukkan bungkusan hitam berisi rendang.
"Main dulu kita, baru kita makan puas-puas" Ajak Aryo
Aku mengambil posisi tepat di sebelah Herman. Kami sangat kompak dalam urusan game. Apalagi kami sangat hobi bermain game PES. Sorak kegirangan terdengar di luar rental PES. Aku melihat plastik hitam berdiam diri di atas meja dan baik hati. Bersebelahan dengan plastik putih putih dan plastik hitam. Di meja itu ada dua plastik hitam. Aku mengangkat plastikku dari jauh. Ah itu dia! Aku mulai lagi gameku. Hari hampir gelap. Kami memutuskan untuk kembali ke kos-kosan.Ku raih plastik hitam di atas meja. Aku menjinjingnya.
Kami duduk melingkari plastik hitam yang berada tepat di tengah. Masing-masing di depan kami sudah ada seperangkat alat makan. Nasi hangat di dalam piring dan teh manis hangat. Aku sudah tidak sabar.
"Makan enak kita hari ini!" Gumam Herman
"Buka dulu sedikit, pengen kali aku cium aroma rendangnya ..." Pinta Aryo yang sudah tidak sabar.
"Kau kira lagu dangdut pake buka sedikit ... buka sedikit. Buka banyak sekalian biar puas ..." Aku memenangkan plastik hitam itu. Ada Tupperware ungu di dalamnya.
"Gak ada bau rendang ya?" Tanya Herman
"Namanya belum di buka tutupnya, Herman oon ..." Jawab Aryo kesal
Aku semakin tidak sabar. Aku membuka Tutup Tupperware itu perlahan. 1 ... 2 ... 3 ...
Jeng! Kami kaget bukan main. Kalian tau isinya apa? Isinya kacang kulit.
"Kacang kulit?" Herman kaget
"Sulap bah! Rendang berubah jadi kacang kulit ..." Tambah Aryo
"Tadi Delia ngisi rendang kok ..."
Aku tak tau bagaimana perjalanan rendangku bisa berubah menjadi kacang kulit. Pastinya impian ku malam ini menikmati rendang dengan nasi hangat bersama Aryo dan Herman pupus sudah. Kami makan dengan kecap yang tersisa dan sedikit taburan kacang kulit.
***
Endingnya, rendang itu ada di pemesan go-send di jalan pelita. Keesokkan hari, si pemesan memberi komplain dengan pihak karena kesalahan dalam pengiriman pesanan yang tidak sesuai. Si abang ojol menghubungiku, pertanyakan ada alat make up yang terbawaku. Jelas saja tidak ada. Dan ternyata, pemilik rental PS datangangi kosku. Mengembalikan alat make up yg tertinggal di rental PS miliknya. Dia memintaku menegaskan kacang kulit yang kami jadikan lauk makan malam. Bagaimana dengan rendang? Hanya tinggal kenangan. Hanya tempat saja yang tersisa. Tetapi, bang Ojol mengganti rendang kami yang hilang dengan nasi padang komplit dengan rendang.
EmoticonEmoticon